MANGUNSARI (16/08) – Di tengah arus globalisasi dan perubahan zaman yang cepat, Sanggar Kesenian Mangun Turonggo Sari tetap bertahan sebagai penjaga tradisi kesenian Jawa, Jaran Kepang dan Warok. Berdiri sejak 1987, sanggar ini tidak hanya mempertahankan warisan budaya, tetapi juga berinovasi untuk tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. Berikut adalah perjalanan dan inovasi yang dilakukan Mangun Turonggo Sari untuk menjaga kebudayaan Jawa tetap hidup.
Sanggar Kesenian Mangun Turonggo Sari, yang didirikan pada tahun 1987, merupakan salah satu lembaga seni tradisional yang berhasil memadukan antara pelestarian budaya dan adaptasi terhadap perkembangan zaman. Berpusat di Dusun Nglarang I, Desa Mangunsari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, sanggar ini telah menjadi simbol pelestarian seni Jawa yang berusia lebih dari tiga dekade. Dipimpin oleh Mas Heri, seorang warga Dusun Nglarang I yang memiliki kecintaan mendalam terhadap seni, Mangun Turonggo Sari menunjukkan bagaimana tradisi dan inovasi dapat berjalan beriringan.
Mas Heri mengungkapkan bahwa Mangun Turonggo Sari awalnya didirikan untuk memberikan wadah bagi masyarakat agar dapat merayakan dan melestarikan seni tradisional mereka. Sejak saat itu, sanggar ini telah berkembang pesat dengan melibatkan lebih dari 170 anggota, termasuk penari, penabuh gamelan, dan pelaku seni lainnya. Kegiatan utama sanggar ini meliputi pertunjukan kesenian, latihan rutin, serta perayaan budaya seperti Nyadran menjelang bulan Ramadhan.
Salah satu inovasi terbesar yang dilakukan oleh Mangun Turonggo Sari adalah pemanfaatan teknologi modern dalam koordinasi dan komunikasi. Dengan adanya grup WhatsApp, proses pengaturan jadwal latihan dan penampilan menjadi jauh lebih efisien. Hal ini memungkinkan anggota sanggar untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan jadwal dan permintaan penampilan. Mas Heri menjelaskan, “Teknologi ini mempermudah koordinasi dan memastikan bahwa semua anggota tetap terlibat dalam setiap kegiatan.”
Namun, inovasi tidak hanya berhenti pada teknologi. Mangun Turonggo Sari juga berupaya untuk menjaga relevansi pertunjukan mereka dengan memperkenalkan variasi dalam setiap penampilan. Misalnya, sanggar ini sering mengganti jenis tarian dan kostum untuk setiap penampilan guna memberikan pengalaman baru kepada penonton. “Kami berusaha untuk menjaga agar penampilan tetap segar dan menarik,” ujar Mas Heri.
Dalam hal latihan, sanggar ini menerapkan pendekatan yang fleksibel. Ketika tidak ada jadwal pertunjukan, latihan dilakukan seminggu sekali. Namun, menjelang penampilan penting, latihan dilakukan setiap hari. Ini menunjukkan komitmen anggota sanggar untuk memastikan kualitas pertunjukan tetap tinggi. Mas Heri menambahkan bahwa proses latihan ini juga berfungsi sebagai kesempatan bagi anggota untuk berkumpul dan mempererat hubungan antar sesama.
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh Mangun Turonggo Sari adalah menjaga kerukunan di antara anggota. Terutama dengan generasi muda yang sering kali terpengaruh oleh teknologi dan perubahan sosial. Mas Heri menyebutkan, “Menjaga persaudaraan di antara anggota merupakan tantangan besar, tetapi kami percaya bahwa kesenian adalah alat yang efektif untuk mempererat tali silaturahmi.”
Dengan visi untuk terus melestarikan budaya tradisional sekaligus beradaptasi dengan perubahan zaman, Mangun Turonggo Sari berusaha menjadi contoh bagaimana tradisi dapat hidup berdampingan dengan inovasi. Mas Heri berharap bahwa sanggar ini akan terus berkembang dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang dalam melestarikan kesenian Jawa.
Penulis: Gabriel Valerion Lengkong (Mahasiswa Ekonomi FEB UNDIP 2021, Ketua Tim KKN UNDIP Desa Mangunsari 2024)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook