Mencicipi Kearifan Lokal: Perjalanan Benny Jatmiko dalam Memproduksi Cecek, Kerupuk Kulit yang Melegenda

MANGUNSARI (16/08) – Di tengah hiruk-pikuk pasar tradisional dan keragaman kuliner Indonesia, cecek atau kerupuk kulit sapi memiliki tempat yang istimewa. Di balik kelezatan ini, terdapat sebuah kisah inspiratif tentang dedikasi dan tradisi yang telah terjaga selama beberapa generasi. Benny Jatmiko, seorang pengusaha berusia 29 tahun, warga Dusun Nglarang II Desa Mangunsari, menghidupkan tradisi keluarga dengan memproduksi cecek, mewarisi usaha yang dimulai oleh kakek buyutnya sejak tahun 1984. Dalam wawancara eksklusif ini, Benny mengungkapkan perjalanan, proses, dan rencana masa depan untuk bisnis cecek yang telah mengakar dalam keluarganya.

 

Mewarisi Tradisi: Dari Kakek Buyut ke Generasi Kini

Benny Jatmiko memulai perjalanannya dalam dunia bisnis cecek dengan sebuah warisan keluarga yang kaya. "Usaha ini adalah turun-temurun dari kakek buyut saya. Sejak ibu saya memulai pada tahun 1984, kami telah melanjutkan tradisi ini hingga saat ini," ungkap Benny dengan bangga. Proses produksi cecek yang dimulai dari kulit sapi hingga menjadi kerupuk kulit yang renyah adalah sebuah seni yang telah dikuasai keluarganya selama beberapa dekade.

 

Proses Produksi Cecek: Dari Kulit Sapi Hingga Menjadi Kerupuk

Proses pembuatan cecek di rumah Benny dimulai dengan pemilihan kulit sapi segar yang dibeli setelah penyembelihan. "Setelah kami mendapatkan kulit sapi, kami mulai dengan menghilangkan bulunya, lalu merebus kulit tersebut selama sekitar 5 jam. Setelah itu, kulit sapi dipotong kecil-kecil dan dijemur selama 4 hari," jelas Benny. Proses ini adalah tahap awal dari perjalanan panjang menuju produksi kerupuk yang siap dikonsumsi.

 

Setelah dijemur, kulit sapi diproses lebih lanjut dengan cara diungkep semalaman sebelum akhirnya digoreng. "Kami menggorengnya dua kali—pertama setelah diungkep dan kemudian setelah dikeringkan," tambah Benny. Proses ini memastikan bahwa kerupuk cecek yang dihasilkan memiliki tekstur yang sempurna dan rasa yang lezat.

 

Pasar dan Target Konsumen: Menggapai Supermarket dan Menjaga Kualitas

Benny menjelaskan bahwa produk ceceknya saat ini banyak dipasarkan di pasar tradisional dan langganan tetap. "Kami menjual cecek terutama ke pasar-pasar lokal. Untuk ke toko-toko besar dan supermarket, itu masih dalam rencana kami ke depan," katanya. Dengan harga sekitar Rp130.000 per kilogram, cecek Benny telah memiliki tempat khusus di hati para pelanggan, terutama saat hari-hari besar seperti Lebaran di mana permintaan meningkat drastis.

 

Saat ini, Benny dan timnya, yang terdiri dari sekitar 6 orang—kebanyakan anggota keluarga—memproduksi cecek secara rutin setiap hari. "Kita memproduksi sekitar 100 kilogram cecek setiap hari, dan pada saat mendekati hari raya, produksinya bisa mencapai satu kuintal," ungkapnya.

 

Tantangan dan Rencana Masa Depan: Ekspansi dan Inovasi

Benny mengakui bahwa salah satu tantangan terbesar dalam menjalankan usaha ini adalah mengelola permintaan yang fluktuatif dan menjaga konsistensi kualitas produk. Namun, dengan semangat dan dedikasi, ia berencana untuk mengembangkan bisnisnya lebih jauh. "Kami berencana untuk memasuki pasar luar kota dan supermarket. Ini adalah langkah besar yang kami impikan untuk memperluas jangkauan pasar kami," ujarnya.

 

Benny juga berharap untuk mengikuti pameran kuliner dan event expo di masa depan untuk memperkenalkan ceceknya ke lebih banyak orang. "Saat ini, kami belum pernah ikut dalam pameran atau expo, tapi itu adalah salah satu rencana kami ke depan untuk mempromosikan produk kami," katanya.

 

Benny Jatmiko adalah contoh nyata dari dedikasi terhadap tradisi dan inovasi dalam bisnis rumahan. Dengan memproduksi cecek, ia tidak hanya melestarikan warisan kuliner keluarganya, tetapi juga berupaya untuk memperluas pasar dan mengangkat kualitas produk ke tingkat yang lebih tinggi. Melalui usaha dan tekadnya, Benny menunjukkan bahwa dengan memadukan tradisi dan inovasi, bisnis rumahan seperti cecek dapat terus berkembang dan memenuhi selera pasar yang semakin luas.

 

 

Penulis: Gabriel Valerion Lengkong (Mahasiswa Ekonomi FEB UNDIP 2021, Ketua Tim KKN UNDIP Desa Mangunsari 2024)


Tuliskan Komentar anda dari account Facebook
chat
chat